PT. SIM Diduga Picu Konflik Warga dan Manipulasi Anggaran, Pemda SBB Diminta Bertindak

oleh -102 Dilihat

Piru, Malukubarunews.com — Konflik sosial antara warga Dusun Pelita Jaya dan PT. SIM, perusahaan pengelola perkebunan pisang abaka yang beroperasi di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Provinsi Maluku, kini memasuki babak baru. Perusahaan tersebut dituding terlibat dalam skenario licik yang sengaja menciptakan konflik horizontal antarwarga demi menutupi penyalahgunaan anggaran investasi.

Dugaan ini disampaikan oleh tokoh pemuda SBB, Mozes Rutumalessy, dalam keterangannya di Piru, Sabtu (23/8/2025). Ia menilai, konflik yang belakangan berujung pada pembakaran dua unit excavator milik PT. SIM bukanlah insiden murni, melainkan bagian dari strategi perusahaan.

Padahal ada indikasi kuat, bahwa PT. SIM sendiri yang memfasilitasi oknum masyarakat untuk membakar excavator milik mereka sendiri,” kata Mozes Rutumalessy.

Ia menambahkan, perusahaan seolah ingin membangun narasi seolah menjadi korban, padahal dugaan kuat menunjukkan perusahaan sebagai pemicu utama konflik sosial di wilayah tersebut.

Menurut Rutumalessy, skenario konflik ini berkaitan erat dengan dugaan spekulasi keuangan yang dilakukan oleh PT. SIM. Berdasarkan data yang dikantonginya, terdapat ketidaksesuaian antara Laporan Kinerja Penanaman Modal (LKPM) perusahaan dengan keterangan yang disampaikan saat kunjungan Gubernur Maluku pada 23 Juni 2025.

LKPM PT. SIM untuk Triwulan I dan II hanya mencatat Rp400,48 miliar. Namun dalam presentasi saat kunjungan Gubernur, pihak perusahaan menyebut sudah menginvestasikan Rp500 miliar, dan dua minggu kemudian, kembali melaporkan anggaran telah bertambah Rp100 miliar menjadi Rp600 miliar. Ini janggal dan terlalu cepat,” tegasnya.

Ketidaksesuaian data tersebut menurutnya patut dicurigai sebagai upaya untuk menutupi penyalahgunaan dana perusahaan, dengan memanfaatkan konflik sosial sebagai pengalih perhatian.

Pertanyaannya, dana tambahan Rp100 miliar itu digunakan untuk apa? Tidak ada transparansi, dan waktunya terlalu singkat untuk penggunaan anggaran sebesar itu,” ungkap  Rutumalessy.

Lebih jauh, Rutumalessy juga membeberkan inkonsistensi pernyataan PT. SIM dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama DPRD setempat, terkait pemutusan hubungan kerja terhadap 424 karyawan.

Mereka bilang itu bukan PHK, melainkan habis kontrak, dan pesangon sudah dibayar. Tapi justru PT. SIM yang memfasilitasi demo dan pemalangan oleh masyarakat untuk menuntut pekerja kembali dipekerjakan. Ini modus gaya baru, untuk menunjukkan pada pemodal bahwa mereka bekerja maksimal, tapi daerah tak mendukung,” ungkapnya.

Dalam perkembangan terbaru, PT. SIM bahkan mengirim surat kepada Pemkab SBB meminta agar izin operasional mereka dicabut. Namun, langkah ini disebut Rutumalessy sebagai jebakan politik bagi Bupati.

Mereka tahu izin itu bukan dikeluarkan pemerintah daerah, tapi oleh pemerintah pusat lewat kementerian. Kalau Bupati terjebak dan ikut mencabut, maka konsekuensinya sangat besar, bisa saja daerah dituntut ganti rugi Rp600 miliar,” ujar Rutumalessy dengan nada serius.

Ia meminta Bupati SBB untuk bersikap hati-hati dan segera memanggil manajemen PT. SIM guna meminta klarifikasi terkait keuangan perusahaan dan laporan investasi yang tidak sinkron.

Dan untuk membongkar dugaan skenario besar ini, maka aparat penegak hukum, khususnya kepolisian, harus mengungkap siapa pelaku pembakaran excavator. Karena sangat mungkin itu bagian dari skenario yang sedang dijalankan,” ujarnya.

Menutup pernyataannya, Rutumalessy mengimbau masyarakat agar tetap tenang dan tidak mudah terprovokasi, serta menyerahkan proses hukum dan pengawasan pada pemerintah dan aparat yang berwenang.(MB-02)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.