Ambon, Malukubarunews.com – Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi (Wakajati) Maluku.Jefferdian , didampingi Asisten Tindak Pidana Umum,Yunsrdi mengajukan usulan penghentian penuntutan dua perkara pidana ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM Pidum) Kejaksaan Agung Republik Indonesia. Usulan ini diajukan melalui video conference bersama jajaran Kejaksaan Negeri Maluku Barat Daya dan Kejaksaan Negeri Ambon, Rabu (9/7/2025).
Dua perkara yang diusulkan untuk dihentikan penuntutannya melalui pendekatan Keadilan Restoratif berasal dari Kejaksaan Negeri Maluku Barat Daya (MBD) dan Kejaksaan Negeri Ambon. Keduanya dinilai memenuhi kriteria penyelesaian non-litigasi sesuai pedoman hukum yang berlaku.
Perkara pertama berasal dari Kejari MBD, terkait dugaan pencemaran nama baik oleh tersangka berinisial ARS alias Nita terhadap korban YM alias Pipin, seorang pejabat Pemkab MBD. Kejadian terjadi di Desa Kaiwatu, Kecamatan Moa. Dalam proses penanganannya, Tim Jaksa Fasilitator berhasil mendamaikan kedua pihak dengan melibatkan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan keluarga.”Korban adalah Pegawai Pemda Kabupaten MBD dengan Jabatan Kabid Mutasi.Tersangka mengira korban telah memutasikan kakaknya.Namun setelah dilakukan pendekata,tersangka meminta maaf dan korban telah memaafkan tanpa syarat.” jelas Kejari MBD Hery Somantri dalam pemaparannya.
Perkara kedua berasal dari Kejari Ambon, terkait penyalahgunaan narkotika oleh tersangka AR alias Khadafi yang ditangkap di rumahnya di Desa Batu Merah. Barang bukti berupa lima paket sabu disita. Berdasarkan hasil asesmen medis dan hukum, tersangka adalah pengguna aktif, bukan bagian dari jaringan pengedar.”Memperhatikan status tersangka sebagai penyalagunaan,Kami ajukan penyelesaian perkara melalui keadilan Restoratif dalam bentuk rehabilitasi.Ini sejalan dengan asas dominus liris jaksa dan surat edaran momor 1 tahun 2025,” ujar.Plh Kejari Ambon,Sigit Prabowo.
Pengajuan ini disampaikan dengan dukungan penuh dari Kasi Pidum Kejari Ambon,Hubertus Tanate, dan tim jaksa fasilitator yang terdiri dari Endamg Anakoda,Donald Rettob dan Benfrid Markary Foeh. Mereka menilai rehabilitasi merupakan langkah yang lebih tepat dibandingkan pemidanaan konvensional.
Setelah mendengar pemaparan dari kedua kejari, Tim Restorative Justice pada JAM Pidum menyetujui penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif. Dalam kasus narkotika, disetujui pula usulan rehabilitasi selama 6 bulan di lembaga pemasyarakatan yang memiliki program pemulihan.Kami nilai kedua perkara ini telah memenuhi syarat sesuai pasal lima ayat satu, yaitu tindak pidana pertama kali,ancaman hukuman di bawah lima Tahun dan kerugian tidak lebih dari Rp 2,5 juta ,” disampaikan oleh Direktur A dan Direktur B di JAM Pidum Kejagung.
Persetujuan ini dianggap sebagai implementasi nyata dari penegakan hukum yang humanis dan berorientasi pada pemulihan bukan sekadar penghukuman. Keadilan restoratif kini menjadi alternatif strategis dalam menyelesaikan perkara-perkara ringan dengan memperhatikan kemaslahatan sosial.
Dalam pelaksanaan video conference, turut hadir para pejabat Kejati Maluku seperti Hadjat ( Kasi A ),Ahmad Latupono ( Kasi B), Juneta Pattiasina ( Kasi C),Ahmad Atramimi ( Kasi D) serta jaksa fungsional bidang pidum Kejati Maluku.
Langkah ini menegaskan komitmen Kejati Maluku untuk mengedepankan pendekatan restoratif yang inklusif dan solutif dalam sistem peradilan pidana, sekaligus mendukung upaya pemulihan sosial di tengah masyarakat.(*)