Sengketa Lahan 5,5 Hektar di Ambon Maluku, DPRD Maluku Desak BPN Hadirkan Dokumen Asli

oleh -9 Dilihat

Ambon.Malukubarunews.com – Komisi I DPRD Provinsi Maluku memanggil sejumlah pihak dalam rapat kerja di Ruang Paripurna DPRD Maluku, Kamis (16/10/2025), terkait sengketa lahan seluas 5,5 hektare di kawasan Ambon yang diklaim oleh Pemda, masyarakat adat, dan pihak ketiga, termasuk Yayasan Dian Pertiwi dan Unpatti.

Lahan tersebut tercatat dalam dokumen fandom 1132, dan posisinya kini menjadi polemik hukum dan administratif karena belum jelas siapa pemilik sah dari tanah tersebut. Menanggapi hal ini, Komisi I DPRD Maluku mengambil langkah tegas dengan memanggil seluruh pihak yang terlibat untuk klarifikasi awal.

“Berdasarkan fandom 1132, ada lahan seluas kurang lebih 5,5 hektare yang diklaim oleh beberapa pihak. Oleh karena itu, hari ini Komisi I memanggil masyarakat adat Rumah Tiga, Biro Hukum, BPKD, dan Badan Pertanahan untuk meminta kejelasan,” ungkap  Ketua Komisi I DPRD Maluku, Solichin Buton.

Namun dalam rapat tersebut, Solichin menyesalkan bahwa sejumlah instansi yang hadir belum dapat memberikan dokumen resmi yang dibutuhkan untuk pembuktian status kepemilikan lahan. Ketidaksiapan itu menjadi hambatan utama dalam proses penyelesaian.

“Mereka datang belum membawa dokumen lengkap. Karena itu, kita sudah putuskan akan adakan pemanggilan ulang hari Rabu depan,” tegas Solichin Buton.

Komisi I DPRD meminta agar dalam mediasi selanjutnya, Badan Pertanahan Nasional (BPN) membawa dokumen asli, bukan salinan atau informasi lisan. Lebih dari itu, Ketua Komisi I juga mendesak agar pimpinan BPN hadir langsung, bukan hanya diwakili oleh staf teknis.

“BPN harus membawa bukti yang jelas. Kepala BPN juga harus hadir langsung, jangan diwakilkan. Kita mau selesaikan masalah ini dengan tegas dan terbuka,” ujar Solichin Buton.

Ia juga menekankan bahwa kehadiran Pemkot Ambon dan Pemerintah Provinsi Maluku sangat penting dalam forum mendatang. Ketidakhadiran mereka di rapat lanjutan tidak akan ditoleransi.

“Kalau mereka tidak hadir lagi, kita akan ambil langkah tegas, termasuk opsi pemanggilan paksa. Ini masalah serius yang menyangkut kepastian hukum dan keadilan bagi masyarakat adat,” terang  Solichin Buton.

Pihak masyarakat adat dari Negeri Rumah Tiga yang turut hadir dalam rapat mengaku kecewa atas lambannya proses penetapan status tanah. Mereka berharap mediasi ke depan benar-benar menghadirkan kejelasan dan keputusan konkret.

“Kami sudah terlalu lama menunggu. Harus ada keputusan yang adil. Tanah ini bagian dari hak ulayat kami,” ujar perwakilan masyarakat adat Rumah Tiga.

Komisi I menargetkan agar mediasi lanjutan yang dijadwalkan pada Rabu mendatang tidak hanya berisi klarifikasi, tapi juga menghasilkan keputusan awal yang dapat menjadi dasar penanganan lanjutan baik secara administratif maupun hukum.

“Tujuannya jelas: menyelesaikan persoalan ini secara tuntas, bukan menggantung atau memperkeruh. Semua pihak harus bersikap kooperatif,”tutupnya (MB-01)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.