Sekda Maluku Paparkan Strategi Penanganan Konflik Sosial di Rakor Wilayah Maluku dan Maluku Utara

oleh -17 Dilihat

Ambon, Malukubarunews.com — Pemerintah Provinsi Maluku menegaskan komitmennya dalam menangani konflik sosial melalui pendekatan terstruktur, sistematis, dan kolaboratif lintas sektor. Hal ini disampaikan sekretaris Daerah Maluku Ir.Sadali IE M.Si   mewakili Gubernur Maluku Hendrik Lewerissa   dalam Rapat Koordinasi Analisis Permasalahan Penanganan dan Kontinjensi Konflik Sosial di Provinsi Maluku dan Maluku Utara yang digelar di Swisbell Hotel Ambon, Rabu (6/8/2025).

Rakor tersebut dihadiri oleh Asisten III Provinsi Maluku Utara Plt.Deputi Bidang Koordinasi Kantibmas  Kemenko Polhukam  RI,Wakapolda Maluku,Dirjen Polpum Kemendagri  serta Perwakilan Forkopinda Maluku dan Maluku Utara Wakil Wali Kota Ambon   dan tamu undangan lainnya.

Dalam pemaparannya, Sadali menekankan bahwa strategi penanganan konflik sosial di Maluku telah memiliki landasan hukum yang kuat. Di antaranya mengacu pada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, Undang – Undang nomor 7 Tahun 20212  tentang Penanganan Konflik Sosial, dan berbagai keputusan gubernur terkait pembentukan Tim Terpadu serta Tim Kewaspadaan Dini Daerah.

“Penanganan konflik harus didasari pendekatan lintas sektor dan berbasis regulasi, agar langkah-langkah kita memiliki legitimasi dan arah yang jelas,” kata Sekda Maluku, Sadali.

Ia menyoroti beberapa faktor utama penyebab konflik di wilayah Maluku, yakni ketimpangan ekonomi dan pembangunan antar daerah tingginya tingkat tingkat kemiskinan dan pengangguran  serta politik identitas dan penyebaran hoaks melalui media sosial   yang memicu provokasi. Selain itu,lemahnya penegakan hukum dan koordinasi antar lembaga keamanan   juga menjadi faktor krusial.

“Isu agama, etnis, hingga ujaran kebencian kerap dijadikan alat untuk kepentingan politik tertentu dan memperkeruh keadaan. Di sinilah pentingnya peran aktif aparat, tokoh adat, dan pemda,” ujarnya.

Sadali juga menyampaikan sejumlah kendala utama dalam penanganan konflik sosial   antara lain belum optimalnya koordinasi antar lembaga pusat dan daerah, keterbatasan anggaran, infrastruktur, serta minimnya edukasi dan sosialisasi perdamaian di tingkat akar rumput.

Adapun bentuk konflik sosial yang berpotensi terjadi di Maluku mencakup konflik perorangan hingga komunal ,konflik lahan dan batas wilayah  serta kepentingan layanan publik dan politik lokal

Sebagai solusi, Pemprov Maluku telah menetapkan empat strategis utama penanganan konflik yakni pencegahan (preventif) deteksi dan respon dan respon dini penanganan langsung (kuratif) dan pemulihan serta rekonsiliasi(rehabilitatif)

“Tindak cepat, pertemuan rutin Forkopimda, dan kegiatan seperti coffee morning menjadi langkah konkret membangun komunikasi dan deteksi dini,” jelas Sadali.

Terkait sejumlah konflik aktual di Maluku, Sadali menyebut tiga wilayah yang masih membutuhkan perhatian serius, yakni Kariu ( Pulau Haruku)  Maluku Tengah, Salahutu ( konflik Tial – Tulehu dan Seram Utara (Konflik Sawai – Masihulan – Rumaolat)  

Untuk Kariu, sejumlah langkah pemulihan telah dilakukan, seperti rehabilitasi 93 unit rumah,pembangunan 50 rumah baru melalui program RISHA   serta penyediaan air bersih,listrik ,fasilitas pendidikan dan kesehatan  Bahkan, pada 2 Mei 2025, telah digelar pertemuan Pemda Malteng dengan Dirjen Kawasan Permukiman PUPR untuk membahas percepatan pembangunan 207 unit rumah tambahan

Sementara untuk konflik di Salahutu dan Seram Utara, Sadali menjelaskan bahwa pemerintah daerah bersama aparat keamanan telah melakukan rapat koordinasi ,kunjungan korban , serta pemberian bantuan dan santunan  termasuk mendirikan pos pengamanan dan sekolah darurat di daerah terdampak.

“Penanganan konflik sosial tidak cukup dengan pendekatan hukum semata. Dibutuhkan kehadiran negara yang menyentuh langsung kebutuhan dan trauma masyarakat,” pungkas Sadali.(MB-01)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.