Ambon, MalukuBaruNews.com — Kejaksaan Tinggi Maluku melalui Kejaksaan Negeri Maluku Barat Daya secara resmi mengajukan permohonan penghentian penuntutan perkara penganiayaan berdasarkan prinsip keadilan restoratif. Proses ini dilakukan dalam forum daring bersama Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung RI, Senin (30/6/2025).
Permohonan ini dipimpin langsung oleh Wakil Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, Jefferdian, yang didampingi Asisten Pidana Umum Yunardi serta Kepala Seksi Pidum Hadjat dan Ahmad Latupono dari Kantor Kejati Maluku.
“Permohonan ini merupakan bagian dari implementasi nyata keadilan restoratif yang mengutamakan pemulihan hubungan sosial di masyarakat tanpa mengesampingkan kepastian hukum,” kata Wakajati Maluku, Jefferdian.
Kasus yang dimaksud adalah dugaan penganiayaan ringan oleh tersangka berinisial YKM alias Anis terhadap korban RU alias Faldo, yang terjadi di Desa Letwurung, Kecamatan Babar Timur, Kabupaten Maluku Barat Daya. Peristiwa tersebut mengakibatkan luka memar dan pembengkakan pada wajah korban, namun tidak menyebabkan kondisi kritis.
Kepala Kejaksaan Negeri Maluku Barat Daya, Hery Somantri, dalam pemaparannya menyatakan bahwa perkara tersebut telah dimediasi dalam forum Rumah Restorative Justice pada 18 Juni 2025. Mediasi tersebut menghadirkan tokoh agama, tokoh masyarakat, dan kedua belah pihak keluarga.
“Tersangka ‘YKM’ alias Anis telah meminta maaf, dan korban ‘RU’ alias Faldo telah memaafkan tanpa syarat apapun, sehingga perkara ini dapat kami usulkan untuk dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif,” kata Kajari MBD, Hery Somantri.
Dalam proses mediasi, tidak ada permintaan ganti rugi materiil. Kedua pihak sepakat menyelesaikan perkara secara kekeluargaan demi menjaga harmoni sosial di lingkungan mereka.
Usulan penghentian penuntutan ini kemudian dipertimbangkan oleh Tim Restoratif Justice pada Kejaksaan Agung RI. Mereka menilai bahwa syarat formil dan materiil terpenuhi: tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, ancaman hukuman di bawah lima tahun, serta nilai kerugian yang timbul tidak lebih dari Rp2.500.000.
“Pertimbangan kami didasarkan pada ketentuan Pasal 5 ayat (1) Perja Nomor 15 Tahun 2020 dan semangat penegakan hukum yang humanis,” kata Direktur A Bidang Tindak Pidana Umum, Nanang Ibrahim Soleh.
Tim Jaksa P-16 yang menangani perkara ini di Kejari MBD terdiri dari Reinaldo Sampe, Irfan Setya Pambudi, dan Dwi Kustono. Mereka menjadi fasilitator utama dalam proses mediasi dan penyusunan rekomendasi penghentian perkara.
Dengan disetujuinya permohonan tersebut oleh Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, perkara penganiayaan ini resmi dihentikan. Langkah ini menjadi bagian dari perluasan praktik keadilan restoratif di wilayah hukum Maluku dan bentuk nyata dari pendekatan hukum yang lebih berkeadaban.(*)