Piru.Malukubarunews.com –Dugaan praktik pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) bodong kembali mengguncang Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB). Kali ini, sorotan mengarah pada sepasang suami istri berinisial SK dan RP yang masing-masing tercatat di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) serta Kantor Kecamatan Seram Barat di Piru.
Keduanya diduga tidak pernah menjalankan tugas kedinasan selama menjabat sebagai tenaga honorer. Namun secara mengejutkan, mereka tercatat aktif mengurus pemberkasan untuk diangkat sebagai PPPK paruh waktu.
“Kami tidak pernah lihat mereka masuk kantor, tapi tiba-tiba datang urus berkas pengangkatan PPPK. Ini jelas tidak adil,” kata seorang pegawai Dinas PUPR, Jumat (26/9/2025), yang meminta identitasnya dirahasiakan.
Temuan ini menambah deretan dugaan pelanggaran sistem seleksi dan pengangkatan PPPK di lingkungan Pemda SBB. Berdasarkan keterangan dari beberapa sumber internal, SK dan RP tetap menerima honor bulanan meski tidak menunjukkan keaktifan kerja, baik secara fisik maupun administratif.
“Mereka tidak pernah ikut apel pagi atau kegiatan kantor. Tapi gaji honor tetap jalan. Bagaimana bisa?” ujar narasumber lainnya dari lingkungan Dinas PUPR.
Situasi semakin kompleks karena tanah tempat berdirinya Kantor Dinas PUPR SBB disebut-sebut merupakan milik keluarga dari salah satu oknum tersebut. Status lahan yang belum jelas ini kerap dijadikan alat tekanan, termasuk ancaman penyegelan kantor jika ada konflik internal.
“Kami sebenarnya mau lapor, tapi takut diintimidasi. Kantor ini katanya berdiri di tanah keluarga mereka, dan Pemda belum menyelesaikan pembayarannya,” tutur seorang staf dari Kantor Kecamatan Seram Barat.
RP, yang berdinas di kantor camat, juga diketahui turut mengajukan berkas PPPK paruh waktu. Keikutsertaannya dalam proses yang dianggap tidak transparan ini dinilai merusak moral pegawai yang telah bekerja bertahun-tahun tanpa kepastian status.
“Kami minta Sekda SBB bertindak adil. Banyak orang bekerja siang malam tanpa pamrih, sementara yang tidak kerja justru diusulkan jadi PPPK. Ini sangat menyakitkan bagi kami,” ujar salah satu pegawai yang mewakili rekan-rekannya.
Pegawai di dua instansi tersebut juga menuding pimpinan mereka—yakni Kepala Dinas PUPR dan Camat Seram Barat—bersikap pasif atau bahkan melindungi praktik tersebut. Mereka meminta agar jabatan tidak disalahgunakan untuk melegitimasi pelanggaran prosedur.
Situasi ini memicu desakan agar Sekretaris Daerah (Sekda) SBB segera melakukan audit menyeluruh terhadap proses pengangkatan PPPK, tidak hanya di wilayah Kairatu, tetapi juga di Dinas PUPR, Kantor Kecamatan Seram Barat, serta instansi lainnya.
“Kami berharap ada audit menyeluruh. Jangan sampai sistem PPPK ini dirusak oleh oknum-oknum yang hanya mau enaknya saja,” tutup salah satu pegawai yang ikut mendesak evaluasi kinerja.
Hingga berita ini diterbitkan, Kepala Dinas PUPR maupun Camat Seram Barat belum memberikan tanggapan resmi meski telah dihubungi redaksi Malukubarunews.com.(MB-01)