
Menurut Amirudin, kejadian bencana alam dan kerusakan jalan yang terus berulang setiap tahun menunjukkan lemahnya perencanaan dan kualitas pelaksanaan proyek yang dibiayai dari APBD maupun dana pusat.”,
“Kita ,lihat tiap tahun lokasinya itu – itu saja,tetap bolong,tetap rusak Artinya pekerjaan jalan ini tidak menyelesaikan akar masalah.Ini seperti proyek yang hanya untuk diulang terus tiap tahun.”ungkap Amirudin dalam rapat dengar pendapat bersama mitra teknis, Rabu,(16/7/2025).di ruang komisi III DPRD Maluku

Ia menegaskan bahwa sebagian besar proyek infrastruktur jalan hanya bersifat tambal sulam, tanpa perbaikan struktural yang mampu menahan dampak cuaca ekstrem, terutama curah hujan tinggi yang mendominasi wilayah Maluku di musim timur.
“Kalau sudah tahu daerah itu rawan rusak karena Air ya harusnya disiapkan desain teknis yang kuat.Jangan habiskan anggaran miliaran tapi tahu. Depan rusak lagi .Itu artinya gagal perencanaan dan pengawasan.” tegasnya.
Amirudin juga menyoroti kondisi sungai-sungai yang tidak dibenahi dengan maksimal, menyebabkan banjir terus berulang dan merusak pemukiman warga. Ia meminta agar Balai Wilayah Sungai segera turun tangan dan memberikan intervensi konkret.
“Saya jujur lihat kondisi sungai di kampung saya,tiap malam masyarakat hidup dalam kekhawatiran,harusnya segera diberikan bronjong atau kawat penahan air agar warga bisa aman.Jangan tunggu korban baru bergerak,” ujarnya.
Menurutnya, salah satu akar persoalan adalah buruknya koordinasi antarorganisasi perangkat daerah (OPD) dan minimnya keterlibatan masyarakat dalam perencanaan proyek. Ia meminta agar proses penganggaran dan pelaksanaan proyek benar-benar transparan, efektif, dan tepat sasaran.

“Ini kerjaan jalan ,katanya sudah dikerjakan tapi tidak tuntas .Masyarakat lihat sendiri ,bongkar tapi tidak selesai.Terus bilang ini prosedur,Ini salah dokumen.Jangan masyarakat dijadikan korban birokrasi,” pintahnya lagi.
Amirudin juga menyinggung perlunya mekanisme pemulihan cepat untuk wilayah terdampak bencana. Ia mendorong agar DPRD bersama pemerintah daerah dan pemerintah pusat menyiapkan dana darurat yang bisa digunakan dengan cepat, tanpa terganjal prosedur panjang.
“Kalau status bencana tidak dijadikan ,kita tidak bisa gerakkan anggaran.jadi penting untuk koordinasi segera dengan Gubernur,BNPB dan Kementerian PU agar status siaga atau darurat bisa ditetapkan untuk daerah rawan ,” sarannya.
Ia mengakhiri pernyataan dengan harapan agar pengelolaan anggaran pembangunan tidak hanya dijadikan formalitas, tapi benar-benar berdampak pada perbaikan kehidupan masyarakat di wilayah bencana.
“Kalau uang miliaran hanya habis untuk jalan yang rusak tiap tahu. Lalu di mana tanggungjawab moral kita terhadap Rakyat ? ini harus jadi perhatian serius ke depan.”tutupnya (MB-01)
