Kairatu, Malukubarunews.com – Harapan warga Desa Kairatu, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), untuk mendapatkan air bersih dari program Penyediaan Air Minum dan Sanitasi Berbasis Masyarakat (Pamsimas) pupus sudah. Proyek yang dimulai sejak Juni 2021 dengan dana sebesar Rp 325 juta justru mangkrak hingga Juli 2025 tanpa hasil nyata.
Proyek yang digagas melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) Kementerian PUPR ini awalnya ditujukan untuk membangun delapan titik air bersih di dusun Haturapa. Namun empat tahun berselang, tak satu pun rumah warga menerima aliran air. Di lapangan, yang tampak hanyalah pipa dan meteran air yang berkarat serta mesin pompa yang rusak dibiarkan menumpuk di kantor desa.
“Proyek ini dimulai dengan semangat besar, tapi kenyataannya tidak ada yang berubah. Pipa dan meteran air dibiarkan terbengkalai. Kami jadi bingung dan kecewa,” kata seorang staf desa yang enggan disebutkan namanya saat ditemui pada Jumat, 11 Juli 2025.
Fakta di lapangan menunjukkan kegagalan menyeluruh dari sisi teknis dan manajerial. Mesin pompa utama yang seharusnya mendistribusikan air dari tangki induk tidak berfungsi. Tak ada instalasi pipa ke rumah warga, padahal anggaran sudah dikucurkan sepenuhnya sejak tahun pertama.
Tak hanya itu, proyek ini juga bermasalah dalam hal transparansi. Warga menyatakan tidak pernah dilibatkan dan tidak mengetahui siapa penanggung jawab proyek. Papan informasi proyek pun tidak pernah dipasang. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang pengelolaan dana negara.
“Kami tahu ada anggaran negara yang masuk, tapi kami tidak tahu ke mana uang itu pergi. Proyek ini dibiarkan mangkrak tanpa penjelasan,” ujar seorang warga Haturapa yang meminta namanya tidak dipublikasikan.
Kepala Desa Kairatu, Emil Rumahlatu, menyatakan bahwa dirinya tidak mengetahui proses pelaksanaan proyek karena tidak menerima dokumen apa pun terkait kegiatan tersebut. Ia juga mengungkapkan bahwa proyek ini dikerjakan sebelum dirinya menjabat secara definitif.
“Ini jelas proyek gagal. Pemerintah dan pelaksana proyek harus segera bertanggung jawab. Ini bukan hanya soal kerugian negara, tetapi juga soal hak 147 kepala keluarga warga kami untuk mendapatkan air bersih,” ujar Kepala Desa Kairatu, Emil Rumahlatu.
Ketika ditanya lebih lanjut, Emil menegaskan bahwa proyek tersebut sejak awal tidak transparan. Ia bahkan menduga kuat adanya indikasi penyimpangan dalam pelaksanaan yang dilakukan oleh pejabat sebelumnya bersama tim pelaksana yang tertutup dan tidak melibatkan perangkat desa.
Warga kini mendesak agar pemerintah daerah, Inspektorat, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), dan aparat penegak hukum turun tangan untuk mengaudit penggunaan anggaran dan menindak tegas pihak-pihak yang bertanggung jawab.
“Jika proyek seperti ini dibiarkan tanpa penindakan, ini akan menjadi preseden buruk bagi pengelolaan anggaran publik. Ke depan, lebih banyak proyek seperti ini akan menambah penderitaan warga,” kata seorang tokoh masyarakat yang aktif mengadvokasi hak-hak warga.
Program Pamsimas seharusnya menjadi solusi bagi krisis air bersih yang dialami masyarakat pedesaan. Namun di Desa Kairatu, proyek ini justru menjadi contoh nyata kegagalan pemerintah dalam mengelola dana publik secara efektif dan transparan. Lebih dari sekadar infrastruktur yang mangkrak, yang hilang adalah kepercayaan rakyat.(MB-LN)