
Piru, MalukuBaruNews.com – Pengapalan perdana 10.000 ton batu gamping dari Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) ke kawasan industri milik PT Harita Nickel di Pulau Obi, Halmahera Selatan, pada awal September 2025 telah menjadi sorotan utama. Meski dianggap sebagai prestasi logistik dan ekonomi, bagi aktivis kebijakan sumber daya, Gerard Wakanno, langkah ini perlu dikaji ulang dalam perspektif jangka panjang.
“Momen ini harus menjadi titik tolak untuk refleksi: Sudah maksimalkah kita mengelola anugerah alam ini demi kesejahteraan rakyat SBB secara adil dan berkelanjutan?” kata Gerard Wakanno dalam keterangannya kepada MalukuBaruNews.com.
Batu gamping, atau limestone, adalah batuan sedimen karbonat yang banyak digunakan sebagai bahan baku smelter nikel, industri semen, pupuk pertanian, minyak dan gas, hingga farmasi. Dengan kata lain, batu gamping dari SBB tidak sekadar komoditas, melainkan elemen penting dalam roda industri nasional.
Namun, Gerard menyoroti bahwa potensi ekonomi batu gamping akan sia-sia jika terus diekspor dalam bentuk bahan mentah. Menurutnya, nilai tambah ekonomi justru bisa diraih jika ada proses pengolahan langsung di SBB.
“Apakah ekspor bahan mentah adalah puncak aspirasi ekonomi kita? Tentu tidak. SBB harus berani bertransformasi menjadi pusat industri pengolahan, bukan sekadar penyedia bahan baku,” tegasnya.
Dalam pandangan Wakanno, kunci perubahan ini berada di tangan pemerintah daerah, pelaku industri, dan masyarakat sipil. Ia menuntut adanya kemauan politik dari Pemerintah Kabupaten SBB untuk menyusun Rencana Induk Pengembangan Industri Pengolahan Mineral.
“Pemerintah harus hadir dengan regulasi dan insentif yang mendorong investasi lokal. Jangan hanya puas dengan pajak tambang dan retribusi ekspor,” katanya.
Saat ini. Momentum ekspor besar-besaran ini, menurut Wakanno, harus menjadi pemantik untuk langkah industrialisasi. Ia menyarankan pembangunan pabrik seperti:
- Pabrik kapur pertanian
- Industri Precipitated Calcium Carbonate (PCC)
- Kapur tohor untuk industri kimia
Wakanno menyebutkan bahwa wilayah sekitar kecamatan Huamual Belakang dan Kairatu memiliki akses pelabuhan dan infrastruktur dasar yang bisa dikembangkan menjadi kawasan industri terpadu. Apalagi, tenaga kerja lokal tersedia dan hanya membutuhkan pelatihan teknis.
Dengan pengolahan lokal, manfaat ekonomi yang dirasakan masyarakat akan meningkat signifikan:
- PAD bertambah dari pajak industri dan bukan hanya tambang mentah.
- Lapangan kerja tercipta di sektor teknik, logistik, laboratorium, hingga manajemen.
- Urbanisasi pemuda berkurang, karena ada lapangan kerja profesional di kampung sendiri.
Gerard menekankan pentingnya kemitraan jangka panjang antara investor seperti PT Harita dan Pemerintah Daerah. Ia mendesak agar perusahaan tambang tak sekadar menambang dan pergi, tetapi membangun infrastruktur industri yang melibatkan tenaga lokal.
“Lihatlah SBB bukan hanya sebagai sumber bahan baku, tetapi sebagai mitra industri. Bangunlah pabrik di sini, libatkan SDM lokal, dan ciptakan ekosistem industri berkelanjutan,” serunya.
Tak lupa, ia mengajak generasi muda dan akademisi untuk mempelajari ilmu pertambangan, teknik kimia, geologi, dan bisnis industri. Dengan itu, SDM lokal bisa jadi pemilik, bukan hanya pekerja di industri sumber daya alam.
“Batu gamping ini bukan hanya batu biasa. Ia adalah warisan purba yang menyimpan masa depan. Mari kelola dengan cerdas dan visioner,” tutup Gerard Wakanno.(MB-02)
