Wali Kota Ambon Soroti Evaluasi Pemilu 2024: Demokrasi Harus Dijaga Lewat Pengawasan yang Kuat

oleh -112 Dilihat

Ambon, MalukuBaruNews.com – Wali Kota Ambon, Bodewin Wattimena, menegaskan pentingnya penguatan kelembagaan pengawasan pemilu demi menjaga kualitas demokrasi di Indonesia, khususnya setelah pelaksanaan Pemilu dan Pilkada 2024. Hal ini disampaikan dalam kegiatan yang digelar oleh Bawaslu Provinsi Maluku di Hotel Manise, Senin (15/09/2025), yang dihadiri unsur Bawaslu, tokoh masyarakat, serta pimpinan partai politik.

Dalam sambutannya, Bodewin menggarisbawahi bahwa demokrasi Indonesia hanya dapat berjalan baik jika seluruh elemen bangsa, mulai dari penyelenggara, pengawas, hingga masyarakat, berkomitmen pada prinsip kejujuran dan keadilan dalam setiap proses pemilu.

“Negara kita menganut sistem demokrasi yang menempatkan kekuasaan tertinggi di tangan rakyat. Maka, seluruh pemangku kepentingan harus memastikan bahwa kedaulatan rakyat benar-benar terwujud dalam setiap tahapan pemilu,” ungkap  Wali Kota Ambon, Bodewin Wattimena.

Ia menyampaikan bahwa pelaksanaan pemilu tidak hanya menjadi tanggung jawab KPU dan Bawaslu semata, melainkan juga merupakan tanggung jawab kolektif antara pemerintah, masyarakat sipil, partai politik, dan seluruh unsur terkait lainnya.

“Penyelenggaraan pemilu bukan sekadar urusan administratif. Ini tentang memastikan hak politik rakyat tidak dilanggar, tidak ada kecurangan, dan semua berjalan sesuai aturan,” tegasnya.

Menurutnya, salah satu pilar terpenting dalam menjamin kualitas demokrasi adalah keberadaan lembaga pengawasan yang kuat dan independen seperti Bawaslu. Oleh karena itu, kapasitas Bawaslu perlu terus diperkuat agar dapat merespons setiap pelanggaran pemilu secara tepat dan tegas.

“Bawaslu harus menjadi mitra yang kritis bagi KPU dan seluruh pemangku kepentingan untuk memastikan pemilu berjalan jujur dan adil,” ujarnya.

Bodewin juga mengingatkan bahwa banyaknya pelanggaran dalam pemilu tidak semata-mata karena lemahnya regulasi, tetapi juga akibat rendahnya kesadaran masyarakat. Ia menyayangkan masih adanya praktik seperti politik uang dan “serangan fajar” yang merusak integritas demokrasi.

“Kalau masyarakat masih mau menerima uang Rp300 ribu dibanding memilih pemimpin yang benar, maka jangan harap pemilu kita akan bersih,” sindirnya tegas.

Ia pun mendorong organisasi masyarakat, LSM, dan tokoh agama untuk aktif memberikan pemahaman kepada warga agar tidak terjebak dalam praktik politik transaksional.

Tak hanya itu, Bodewin juga menyinggung tantangan sistemik ke depan, termasuk perubahan kembali skema pemilu yang akan memisahkan pemilu nasional dan pilkada. Menurutnya, hal ini akan memicu dinamika baru yang harus diantisipasi secara matang oleh semua pihak.

“Akan ada perpanjangan masa jabatan, penunjukan penjabat kepala daerah, dan perubahan besar lainnya. Kita semua harus siap dan tetap menjaga integritas sistem,” kata Bodewin.

Menutup sambutannya, ia berharap kegiatan evaluasi ini tidak sekadar menjadi forum formalitas, tetapi mampu melahirkan rekomendasi konkret untuk perbaikan penyelenggaraan pemilu ke depan.

“Mari kita refleksikan bersama apa yang masih kurang kemarin, agar lima tahun ke depan kita mampu melaksanakan pemilu yang lebih baik, lebih bermartabat, dan menjunjung tinggi kedaulatan rakyat,” pungkasnya.(MB-01)