Pelauw, Malukubarunews.com – Pergelaran budaya sakral tiga tahunan Ma’atenu Pakapita Matasiri di Negeri Pelauw, Kecamatan Haruku, Kabupaten Maluku Tengah, berlangsung penuh khidmat dan emosional pada Kamis (6/11/2025). Tradisi warisan leluhur ini mendapat kehormatan dengan kehadiran Wakil Gubernur Maluku, Abdullah Vanath, bersama jajaran Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkopimda) Provinsi Maluku.
Acara yang menjadi simbol identitas dan keberanian masyarakat Pelauw itu menyedot perhatian ribuan warga dari berbagai daerah di Maluku. Prosesi sakral dimulai dengan ritual menuju tempat keramat (ka’a), diiringi lantunan doa dan nyanyian tradisional yang menggema di seluruh penjuru negeri adat.
Puncak ritual menampilkan aksi ekstrem para pemuda dari marga Tuasikal, Latupono, dan Latuconsina, yang mengiris wajah, lidah, serta bagian tubuh lain menggunakan senjata tajam seperti parang dan kapak tanpa menimbulkan luka. Fenomena kebal ini diyakini sebagai manifestasi spiritual jiwa keberanian Syaidina Ali, tokoh sentral dalam keyakinan budaya setempat.
“Tradisi Ma’atenu bukan sekadar pertunjukan budaya. Ini adalah warisan nilai-nilai keberanian, pengorbanan, dan kebersamaan yang harus kita jaga sebagai jati diri masyarakat Maluku,” kata Wakil Gubernur Maluku, Abdullah Vanath, usai menghadiri prosesi utama.
Suasana haru turut menyelimuti ketika para ibu menangis saat melepas anak dan suami mereka menuju arena ritual. Tangisan itu dimaknai sebagai simbol perpisahan seorang prajurit dengan keluarganya sebelum berangkat ke medan perang—menggambarkan kedalaman makna pengorbanan dalam budaya Ma’atenu.
“Nilai-nilai pengorbanan dan spiritualitas yang ada dalam Ma’atenu menunjukkan bahwa masyarakat Maluku memiliki akar budaya yang kuat dan luhur. Pemerintah Provinsi berkomitmen untuk terus melestarikan tradisi ini agar tidak punah di tengah arus modernisasi,” tambah Abdullah Vanath.
Kehadiran para pimpinan daerah, termasuk Bupati Maluku Tengah, pejabat adat, tokoh agama, serta perwakilan pemuda Pelauw, menunjukkan dukungan luas terhadap keberlanjutan ritual yang telah diwariskan turun-temurun ini.
“Kami merasa terhormat karena perhatian pemerintah terhadap tradisi kami begitu besar. Ini bukan hanya soal budaya, tetapi juga penghormatan terhadap sejarah dan identitas masyarakat Pelauw,” kata Latupaty Tuasikal, tokoh adat Negeri Pelauw.
Selain prosesi utama, kegiatan Ma’atenu Pakapita Matasiri juga menampilkan tarian tenun tradisional, prosesi pembawaan bibit unggul pertanian, serta atraksi Cakalele massal di halaman Masjid Pelauw pada sore hari sebagai penutup acara. Rangkaian tersebut menegaskan bahwa tradisi ini bukan sekadar ritual spiritual, tetapi juga ekspresi sosial, ekonomi, dan ekologis masyarakat setempat.
Wakil Gubernur Vanath menegaskan bahwa pelestarian budaya seperti Ma’atenu akan menjadi bagian dari agenda prioritas Pemerintah Provinsi Maluku dalam program pengembangan pariwisata berbasis budaya dan kearifan lokal.
“Kita akan terus mendukung setiap upaya masyarakat dalam menjaga dan memperkenalkan budaya Maluku kepada dunia. Budaya adalah kekuatan dan kebanggaan kita, bukan sekadar warisan, tetapi arah masa depan,” tutupnya.(MB-01)

