Ketua DPRD Maluku Soroti Urgensi Perlindungan Pesisir dan Pulau Kecil: “Ini Bukan Sekadar Politik, Ini Perjuangan Ekologis

oleh -29 Dilihat

Ambon, Malukubarunews.com – Ketua DPRD Maluku, Benhur Watubun, menegaskan pentingnya perlindungan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai bagian dari tanggung jawab konstitusional dan moral terhadap lingkungan dan masyarakat adat. Hal ini disampaikannya dalam forum diskusi terbuka yang membahas arah kebijakan tata kelola ruang laut dan darat di wilayah Maluku.

Menurutnya, pengelolaan pulau-pulau kecil dan wilayah pesisir tidak bisa dipandang hanya sebagai kebijakan pembangunan, tetapi merupakan perjuangan ekologis dan politik lingkungan.

“Pulau Ambon, pulau-pulau kecil, wilayah pesisir  semuanya adalah ekosistem yang harus kita jaga. Termasuk manusia yang hidup di dalamnya. Ini bukan sekadar kebijakan, ini amanat undang-undang,” terang  Ketua DPRD Maluku, Benhur Watubun di Karang Panjang Ambon Senin,14 Juli 2025

Ia merujuk pada Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 yang telah diperbarui menjadi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, sebagai landasan hukum dalam menjaga kedaulatan ekologis daerah.

“Ini undang-undang yang sah. Bukan soal suka atau tidak suka. Kita harus melihat tantangan ke depan yang makin berat, dan ancamannya pun tidak sedikit. Jangan sampai wilayah ini rusak karena salah kelola atau dijual murah oleh pusat,” ujarnya tegas.

Benhur juga mengkritik potensi manipulasi kebijakan oleh pusat yang menurutnya sering menjadikan laut Maluku sebagai obyek eksploitasi, tanpa mempertimbangkan keberlanjutan ekologi dan hak masyarakat adat.

“Bayangkan, di atas 12 mil laut itu bukan milik Maluku. Itu laut negara yang ada di Maluku. Tapi pusat pakai dasar itu untuk buat kebijakan yang menjajah. Kita harus tegas,” ucap Benhur.

Ia menyatakan, DPRD Maluku akan mengundang lembaga-lembaga yang memiliki perhatian terhadap isu lingkungan seperti WALHIAMANJATAM, dan organisasi masyarakat sipil lainnya, untuk terlibat dalam proses penyusunan kebijakan pengelolaan ruang laut dan pulau kecil.

“Kita undang lagi lembaga-lembaga internasional, masyarakat adat Nusantara, para pakar lingkungan. Kita butuh masukan yang berdasar ilmu, bukan hanya opini politik. Kita harus berpikir jangka panjang,” tambahnya.

Lebih lanjut, ia menyampaikan bahwa semangat dari diskusi-diskusi tersebut bukan untuk mencari panggung, melainkan untuk merespons jeritan masyarakat yang selama ini merasa tidak dilibatkan dalam kebijakan-kebijakan besar yang berdampak langsung pada mereka.

“Kita bukan sedang berpolitik praktis, kita sedang memperjuangkan politik lingkungan yang bermartabat. Suara masyarakat adat, masyarakat pesisir, itu jeritan nyata. Dan kita advokasi bukan hanya di ruang sidang, tapi lewat kebijakan nyata,” tegasnya.

Ia juga mengingatkan agar dalam menyusun kebijakan, tidak ada yang merasa undang-undang sektoral lebih tinggi dari lainnya. Prinsip lex specialis derogat legi generali tidak boleh jadi pembenar pelanggaran, terutama jika kebijakan yang diambil berpotensi merusak lingkungan.

“Kita tidak bisa seenaknya bikin kebijakan di sini pakai satu undang-undang, tapi bertabrakan dengan undang-undang lain. Kalau itu terjadi, dan kebijakan itu merusak daerah ini, maka harus dihentikan,” tegas Benhur.

Dengan posisi Maluku sebagai provinsi kepulauan, ia menegaskan bahwa perlindungan lingkungan laut dan pulau adalah harga mati. DPRD akan mengawal hal ini hingga menjadi kebijakan prioritas yang melibatkan partisipasi publik secara luas (MB-01)