Kairatu, MalukuBaruNews.com –
Insiden keracunan massal yang menimpa lebih dari 100 siswa dari SD Inpres Talaga Ratu, MI 2 Kairatu, dan PAUD Desa Kairatu, Kecamatan Kairatu, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), memicu keprihatinan sekaligus kemarahan dari kalangan legislatif. Anak-anak yang sedang mengikuti Program Makan Bergizi Gratis (MBG) mengalami gejala mual, muntah, dan lemas usai menyantap makanan yang disediakan oleh pihak ketiga.
Kasus ini mencuat pada Senin (20/10/2025), ketika sejumlah siswa mulai dilarikan ke fasilitas kesehatan terdekat usai jam makan siang. Mayoritas korban adalah siswa SD dan PAUD yang mengikuti program MBG yang dicanangkan sebagai intervensi gizi untuk anak sekolah.
Anggota Komisi II DPRD Kabupaten SBB dari Fraksi PDI Perjuangan, La Ode Anwar Tiha, menilai kejadian ini sebagai tamparan keras bagi Pemerintah Kabupaten SBB. Ia menyebut peristiwa ini sebagai bukti kelemahan sistemik dalam pengawasan penyelenggaraan program.
“Kami menuntut agar Pemerintah Kabupaten SBB bersama aparat penegak hukum segera turun tangan melakukan investigasi menyeluruh untuk memastikan penyebab utama keracunan ini,” kata La Ode Anwar Tiha dengan nada tegas saat diwawancarai oleh MalukuBaruNews.com.
Ia menyoroti bahwa dapur penyedia makanan yang diduga sebagai sumber keracunan harus segera diperiksa, dan jika terbukti lalai, harus menerima konsekuensi hukum yang setimpal.
“Ini bukan persoalan sepele. Ini menyangkut keselamatan anak-anak, generasi penerus bangsa. Harus ada sanksi serius, bukan hanya teguran,” ujarnya menegaskan.
DPRD SBB menilai bahwa pengadaan makanan bergizi untuk anak sekolah harus dikerjakan oleh pihak yang kompeten dan berpengalaman, dengan standar tinggi dalam kebersihan, pengolahan makanan, serta rantai distribusi. Menurut Tiha, jika kelalaian penyedia makanan terbukti, maka kontrak kerja sama harus diputus sepihak dan disertai proses hukum pidana.
“Apabila terbukti ada kelalaian, maka kontrak penyedia makanan harus diputus, dan pihak penyedia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara pidana,” tambahnya.
Ia juga menyayangkan jika ada kecenderungan dari pihak berwenang untuk menganggap enteng kasus ini karena jumlah korban dianggap “masih kecil.” Menurutnya, satu nyawa pun terlalu berharga untuk diabaikan, apalagi jika korban berjumlah lebih dari 100 siswa.
“Ini soal nyawa dan kesehatan anak-anak. Jangan anggap jumlah korban kecil sehingga tidak ditangani secara serius,” ujar Tiha, mengingatkan.
Program Makan Bergizi Gratis yang diluncurkan sebagai bagian dari upaya peningkatan kualitas SDM di SBB kini menghadapi krisis kepercayaan. Orang tua siswa mulai mempertanyakan keamanan makanan yang diberikan, sementara sekolah pun menjadi lebih waspada terhadap pelaksanaan program ke depan.
Politisi PDI Perjuangan itu menekankan bahwa insiden ini harus menjadi evaluasi serius dan peringatan bagi seluruh pihak yang terlibat dalam pelaksanaan Program MBG, agar kejadian serupa tidak kembali terulang.
“Penyedia makanan harus benar-benar profesional mulai dari kebersihan dapur, kualitas bahan pangan, proses pengolahan hingga pengemasan makanan. Semua harus memenuhi standar yang ketat,” tegas Tiha.
Sampai berita ini diterbitkan, pihak Dinas Kesehatan SBB bersama BPOM dan aparat kepolisian disebut sedang mengumpulkan sampel makanan dan melakukan pemeriksaan laboratorium. Hasil investigasi awal diharapkan keluar dalam waktu dekat untuk memastikan sumber pasti keracunan.(MB-01)