
Ambon, Malukubarunews.com – Komisi II DPRD Provinsi Maluku menggelar Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP), serta perwakilan PT Miranti Jaya Melati yang beroperasi di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB).
Rapat tersebut membahas aktivitas pertambangan perusahaan yang diketahui belum mengantongi Izin Usaha Pertambangan (IUP) meski telah menjalankan kegiatan eksplorasi di lapangan.
Wakil Ketua Komisi II DPRD Maluku, Nita Bin Umar, menjelaskan bahwa rapat digelar sebagai tindak lanjut atas laporan Komisi III DPRD Kabupaten SBB terkait aktivitas pertambangan yang dinilai melanggar ketentuan hukum. “Dari hasil pertemuan tadi, kami mendapat penjelasan bahwa izin belum dikeluarkan, perusahaan baru punya WIUP. Artinya, kegiatan yang dilakukan di lapangan belum memiliki dasar hukum, dan itu termasuk aktivitas ilegal,” kata Nita Bin Umar.
Menurutnya, hasil klarifikasi menunjukkan bahwa PT Miranti Jaya Melati baru mengantongi Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), namun belum menyelesaikan proses penerbitan IUP yang menjadi dasar sah operasional tambang. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran akan potensi pelanggaran lingkungan dan tata kelola sumber daya alam di daerah.
Meski demikian, Nita Bin Umar mengapresiasi sikap terbuka pihak perusahaan yang mengakui kesalahan administratif dan berkomitmen menempuh seluruh proses perizinan sesuai aturan yang berlaku. “Kami sangat mengapresiasi sikap perusahaan yang dengan legowo menerima semua konsekuensi. Mereka berjanji segera menuntaskan proses perizinan melalui Dinas PTSP dan Dinas ESDM,” ujarnya.
Politisi asal Partai Golkar itu menegaskan, DPRD Maluku mendukung investasi yang sehat dan legal, namun tidak akan mentolerir aktivitas yang melanggar regulasi. “Kami tahu bahwa daerah ini butuh investor untuk membangun Maluku. Tapi investor juga wajib mengikuti aturan yang berlaku. Tidak bisa hanya datang dan bekerja tanpa izin lengkap,” tegas Bin Umar.
Ia juga mengingatkan bahwa sesuai ketentuan perundang-undangan, setelah WIUP diterbitkan, perusahaan wajib mengajukan IUP maksimal 14 hari kerja. Namun, PT Miranti Jaya Melati belum menuntaskan kewajiban administratif tersebut. “Hari ini mereka berkomitmen memperbaiki kelalaian itu dan menempuh seluruh prosedur sesuai aturan,” jelasnya.
RDP yang berlangsung di ruang rapat DPRD Maluku itu dihadiri pula oleh pejabat dari Dinas ESDM dan Dinas PTSP Provinsi Maluku. Kedua instansi tersebut diminta memperkuat pengawasan terhadap aktivitas pertambangan di daerah agar tidak ada lagi perusahaan yang beroperasi tanpa izin resmi.
Komisi II DPRD Maluku berencana melakukan kunjungan lapangan ke lokasi tambang dalam waktu dekat untuk memastikan kegiatan operasional PT Miranti Jaya Melati benar-benar dihentikan sementara sampai seluruh perizinan diselesaikan. Langkah ini, kata Bin Umar, merupakan bagian dari upaya legislatif memastikan bahwa sumber daya alam Maluku dikelola secara berkeadilan, transparan, dan berkelanjutan.(MB-01)
