Ambon, MalukuBaruNews.com – Di bawah rintik hujan dan iringan doa leluhur, Provinsi Maluku mencatatkan sejarah baru dalam peta perdagangan internasional. Untuk pertama kalinya, hasil hutan bukan kayu dari skema perhutanan sosial—yakni damar dan pala—diekspor secara resmi ke pasar global. Dua kontainer besar dilepas ke India dan Cina, masing-masing memuat 30 ton damar dan 15 ton pala.
Pelepasan ekspor yang berlangsung di Pelabuhan Yos Sudarso Ambon, Rabu (24/9/2025), dilakukan langsung oleh Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa. Ia menyerahkan dokumen ekspor, karantina, dan Nota Perusahaan (NP) kepada Kepala Pelayanan Satu Atap (PSA) sebagai simbol legalitas transaksi lintas negara tersebut.
“Pelepasan ekspor hasil hutan berupa damar dan pala yang berasal dari persetujuan perhutanan sosial ke berbagai negara ke Cina dan India adalah pencapaian luar biasa, bukti nyata kerja keras, dedikasi, dan sinergi kita semua,” kata Gubernur Maluku, Hendrik Lewerissa.
Secara rinci, kontainer damar berasal dari LPH Desa Rambatu (9 ton), KTH Tawena Siwa (6 ton), LPH Desa Morella (6 ton), dan KTH Sorebang (9 ton). Sementara itu, kontainer pala dikumpulkan dari masyarakat hukum adat Negeri Hutumuri (5 ton), LPH Desa Morella (3 ton), dan kawasan hutan Pulau Ambon (7 ton). Ekspor ini turut menyerap tenaga kerja lokal sebanyak 165 orang.
Gubernur menyatakan bahwa ekspor ini tidak hanya mencerminkan potensi ekonomi Maluku, tetapi juga menunjukkan bahwa pendekatan berbasis masyarakat adat mampu menghadirkan transformasi pembangunan yang berkelanjutan.
“Jika dikelola dengan bijak melalui skema perhutanan sosial, hasil hutan ini akan memberi manfaat sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat,” ujarnya.
Maluku memiliki kawasan hutan seluas 3,9 juta hektar atau sekitar 84% dari total daratan. Sebagian besar wilayah ini merupakan tanah ulayat masyarakat adat yang selama berabad-abad menjaga kelestarian hutan dan mengandalkan hasil alam non-kayu seperti damar, pala, cengkeh, dan aren sebagai sumber ekonomi.
Mewakili Menteri Kehutanan, Sekretaris Jenderal Kementerian Kehutanan, Mahfudz, M.P., menegaskan bahwa langkah Maluku ini selaras dengan kebijakan Presiden Prabowo Subianto dalam memperkuat ekonomi kerakyatan dan ketahanan iklim nasional.
“Pembangunan dan kelestarian hutan harus berjalan beriringan. Perhutanan sosial bukan hanya untuk mengurangi kemiskinan dan ketimpangan, tetapi juga solusi adaptif menghadapi krisis iklim dan degradasi lingkungan,” kata Mahfudz.
Ia memaparkan bahwa secara nasional, telah terbit lebih dari 8,3 juta hektar izin perhutanan sosial yang melibatkan 1,4 juta kepala keluarga. Di Maluku, 171 unit SK telah dikeluarkan mencakup 240 ribu hektar dengan partisipasi 33 ribu KK, menghasilkan 533 kelompok usaha perhutanan sosial dengan nilai transaksi mencapai Rp3,85 miliar sepanjang tahun 2025.
“Maluku sejak lama dikenal sebagai kepulauan rempah dunia. Dengan ekspor hari ini, Maluku tidak hanya mempertegas identitas sejarahnya, tetapi juga menatap masa depan sebagai pusat pengelolaan hutan lestari berbasis masyarakat,” tegas Mahfudz.
Simbolisme pelepasan ekspor pun dijaga erat dalam budaya lokal. Prosesi penyiraman air kelapa pada peti kemas menjadi penanda restu leluhur atas langkah besar ini, menegaskan keselarasan antara kearifan lokal dan agenda global.
Acara diakhiri dengan harapan besar: agar momentum ini menjadi titik balik kebangkitan ekonomi hijau Maluku—mengokohkan peran masyarakat adat dalam pembangunan nasional dan membawa nama Maluku kembali bersinar di pentas perdagangan dunia.(MB-01)
