Warga Palang Jalan, J.D Putirulan Buka Fakta Sengketa Lahan Pelita Jaya

oleh -53 Dilihat

SBB.malukubarunews.com  — Aksi pemalangan jalan kembali terjadi di Dusun Pelita Jaya, Kecamatan Seram Barat, Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB), Minggu (13/7/2025). Sejumlah warga yang dipimpin oleh Ma’ruf, Opik, dan tokoh muda setempat memblokade akses jalan sebagai bentuk protes terhadap aktivitas perusahaan PT SIM yang dinilai merusak tanaman warga.

Aksi tersebut merupakan reaksi atas klaim bahwa pihak perusahaan bekerja di atas lahan yang dianggap milik masyarakat. Namun, pernyataan berbeda datang dari pihak keluarga Olvzewski, pemilik sah lahan yang dikontrakkan kepada perusahaan berdasarkan dokumen hukum sejak 1919.

“Beta kurang setuju kalau bersaudara di Pelita lakukan pemalangan jalan. Namun, beta sangat menghargai perjuangan bang Ma’ruf, bang Opik, dan kawan-kawan dalam membela hak masyarakat. Tapi perlu disertai bukti kepemilikan lahan yang sah secara hukum,” cetus J.D Putirulan, perwakilan keluarga Olvzewski, melalui pernyataan resminya di grup diskusi “Menjalin Bupati SBB 2024–2029”.

J.D Putirulan menjelaskan bahwa tanah yang disengketakan sudah memiliki dasar hukum kuat sejak dibeli oleh leluhur keluarga mereka dari Sitipathia Eli dan Raja Tua Tuhuteru. Ia juga membeberkan bahwa pada tahun 1973, pengadilan telah mengesahkan peta kepemilikan yang disetujui oleh camat dan keturunan raja pemilik tanah.

“Tahun 1973, pengadilan mengabulkan permohonan keluarga kami, menetapkan kepemilikan sah, dan mengesahkan peta wilayah. Namun sampai sekarang, eksekusi tidak pernah dilakukan oleh Pengadilan Negeri Masohi,” ujar J.D Putirulan.

Pihak keluarga Olvzewski juga menegaskan bahwa aktivitas perusahaan PT SIM tidak menyentuh lahan Pelita Jaya yang disengketakan warga, karena kontrak hanya mencakup wilayah Way Putih. Batasnya ditandai dengan patok-patok kebun kelapa sebagai penanda resmi.

“Kalau perusahaan belum sampai melampaui patok kebun kelapa, maka belum masuk ke wilayah Pelita Jaya yang disengketakan itu,” tegas Putirulan.

Sementara itu, warga yang memblokir jalan berpegang pada putusan pengadilan tahun 1975, yang mereka anggap sebagai pembatalan klaim Olvzewski. Namun, Putirulan menilai klaim itu keliru karena putusan tersebut hanya menyangkut pembayaran biaya perkara, bukan status kepemilikan tanah.

“Putusan 1975 hanya menyuruh penggugat membayar biaya perkara. Itu tidak membatalkan kepemilikan tanah kami. Tapi sayangnya, ini dijadikan alasan seolah-olah kami kalah,” tambah Putirulan.

Lebih lanjut, ia menyinggung kontribusi keluarga Olvzewski dalam membangun masyarakat Pelita Jaya, mulai dari pemberian lahan untuk fasilitas umum hingga toleransi sosial terhadap warga yang tinggal di atas tanah mereka.

“Bang Ma’ruf dan bang Opik baru bermukim di Pelita Jaya, bahkan tinggal di atas tanah yang telah disahkan pengadilan sebagai milik keluarga kami. Tapi kami tidak pernah usir mereka. Lalu, apa yang sebenarnya mau diributkan?” tutur Putirulan.

Ia mendesak pemerintah daerah dan Forkopimda untuk segera memediasi pertemuan terbuka, guna menelaah dokumen hukum dari kedua belah pihak dan memastikan tidak ada kesalahpahaman yang merugikan stabilitas investasi dan masyarakat.

“Beta ajak bang Ma’ruf, bang Opik, dan semua yang terlibat, mari duduk bersama di depan pemerintah, tunjukkan bukti masing-masing. Jangan bikin bingung pemerintah dalam membangun ekonomi daerah,” tegas Putirulan.

Mengakhiri pernyataannya, ia menyerukan penyelesaian damai dengan kepala dingin dan doa agar semua pihak diberi petunjuk untuk menjaga keharmonisan di tanah Seram Bagian Barat.(MB-02)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.