Ambon, Malukubarunews.com – Perwakilan masyarakat adat Air Louw, Kecamatan Nusaniwe, menyampaikan penolakan keras atas rencana pembangunan di kawasan hutan lindung di forum DPRD Provinsi Maluku pada Kamis,19 Juli 2025 di ruang Komisi.I DPRD Maluku .Mereka meminta agar surat keputusan Menteri LHK nomor 115O.tanggal 2 September 2024 dicabut dan dibatalkan karena diduga cacat hukum.
“Masyarakat adat di negeri ini telah menolak secara tegas pembangunan di wilayah kami,” tegas Yohanis perwakilan warga, dalam rapat dengar pendapat dengan Komisi I DPRD Provinsi Maluku.
Perwakilan masyarakat Air Louw dan warga adat bertemu dengan anggota DPRD Provinsi Maluku (Komisi I dan Komisi IV), serta perwakilan Dinas Kehutanan dan Lingkungan Hidup. Mereka menyampaikan “Tanah itu milik kami—kami tidak keberatan dengan siapa pun, tapi urusannya dengan pimpinan negeri yang tiba‑tiba melepas lahan ini.”
Dalam pertemuan,Masyarakat khawatir perizinan pembangunan tersebut dapat merusak mata air dan hutan adat yang menjadi sumber kehidupan mereka.Mereka meminta rekomendasi DPRD kepada Menteri LHK untuk membatalkan SK 1150 dan memindahkan lokasi proyek.
Yohanes menegaskan aspek lingkungan menjadi perhatian utama. “Masyarakat adat tidak tahu batas hukum hutan, tapi kami tahu bahwa di Air Louw hanya satu mata air—itu pun sangat vital. Jika diganggu, sumber air bersih akan hilang,” ujarnya.
Ia juga menyebut biaya penggalian sumber air alternatif sangat tinggi dan belum tentu berhasil.
Dia mencermati kembali lokasi kawasan yang disebut “abu‑abu” dan tidak sesuai peta pemerintah maupun Perda Kota Ambon No. 9 2014 yang mengakui legalitas hutan adat Air Louw.
“Kalau SK itu sah, kenapa izin bisa keluar di area yang bukan hutan lindung? Itu harus dijelaskan,” ujar seorang masyarakat lagi
Mereka berharap Komisi DPRD mendesak pencabutan dan peninjauan ulang.Pertemuan sebelumnya pada 29 Juli 2025 telah gagal mencapai kesepakatan. Menyusul itu, beberapa warga melaporkan adanya kunjungan aparat ke rumah-rumah warga dengan maksud tidak jelas. Hal ini memicu kekhawatiran akan potensi intimidasi pasca-aksi penolakan.”ungkap Yohanis (MB-01)