Ambon.Malukubarunews.com – Perumdam Tirta Yapono menyatakan menghadapi dilema antara tanggung jawab moral dalam memenuhi kebutuhan dasar masyarakat dan keterbatasan kewenangan yang diatur dalam perjanjian konsesi penyediaan air bersih. Penegasan ini disampaikan Plt. Direktur Perumdam Tirta Yapono, Pieter Saimima, merespons permintaan perhatian serius dari Anggota DPRD Kota Ambon, Gunawan Mochtar, terkait wilayah-wilayah yang belum tersentuh pembangunan jaringan air bersih.
Dalam pernyataannya di kantor Perumdam Tirta Yapono, Kelurahan Uritetu, Kamis (13/11/2025), Saimima menyebut bahwa meskipun secara moral perusahaan berkewajiban melayani seluruh warga kota, terdapat batasan hukum yang tidak dapat dilanggar.
“Secara moral Perumdam Tirta Yapono berkewajiban untuk memberikan pelayanan kepada semua warga kota, termasuk pada wilayah–wilayah yang disebutkan, namun kami tidak memiliki kewenangan sebab wilayah tersebut masuk dalam konsesi PT DSA,” kata Plt. Direktur Perumdam Tirta Yapono, Pieter Saimima.
Ia menjelaskan, pernyataan Gunawan Mochtar terkait kebutuhan percepatan pembangunan air bersih berawal dari adanya Dana Penyertaan Modal Pemerintah Kota Ambon sebesar Rp 2,25 miliar. Dana tersebut diprioritaskan untuk lima titik yang belum tersentuh layanan air bersih, sesuai dengan program prioritas Wali Kota dan Wakil Wali Kota Ambon.
Kelima titik tersebut mencakup Halong Baru, Halong Atas, Passo (Waimahu Tahola), Kudamati Atas, dan Kezia, seluruhnya berada di luar wilayah konsesi PT DSA. Karena itu, Perumdam Tirta Yapono tidak dapat mengintervensi kawasan lain seperti Tantui Atas, Batumerah, Karang Panjang, dan sebagian Hative Kecil.
“Kenapa kita tidak ada pada daerah Tantui, Batumerah, Kelurahan Karang Panjang, sebagian Hative Kecil, karena itu bagian dari daerah pelayanan DSA sesuai konsesi yang dibangun saat kerjasama dengan Drenthe. Pemkot lewat Perumdam tidak bisa melakukan pengembangan jaringan di sana karena menyalahi aturan,” beber Saimima.
Menurutnya, solusi di wilayah-wilayah tersebut hanya dapat dilakukan melalui intervensi Pemerintah Provinsi Maluku atau Kementerian PUPR, bukan oleh Perumdam Tirta Yapono. Selain itu, pihaknya masih menunggu putusan Mahkamah Agung yang berkaitan dengan pengalihan kewenangan dari PT DSA kepada Perumdam.
“Kita sementara menunggu putusan MA. Tidak mungkin tabrak aturan. Kalau putusan sudah turun dan kewenangan kembali ke Perumdam, maka kita akan ambil alih,” ujar Saimima.
Ia juga menegaskan bahwa langkah melampaui batas konsesi akan menimbulkan konsekuensi hukum dan administratif, karena Perumdam Tirta Yapono diaudit secara berkala oleh BPKP dan Kantor Akuntan Publik.
“Kalau ketahuan seperti itu dan diperiksa on the spot, tidak ada di wilayah konsesi kita, maka kita ditegur dan diminta mengembalikan uang yang dipakai di titik–titik itu,” jelas Saimima.
Sementara itu, terkait wilayah Leitimur Selatan, Saimima menegaskan bahwa pelayanan air bersih di daerah tersebut sejak lama dikelola oleh Pemerintah Negeri melalui program swadaya masyarakat berbasis ADD/DD, mengingat ketersediaan sumber air yang cukup melimpah.
“Karena sumber air bersih di sana cukup berlimpah, maka Pemerintah Negeri melaksanakan program swadaya mandiri yang dikelola sendiri oleh kelompok masyarakat,” tandas Saimima.
Saimima berharap penjelasan ini dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa keterbatasan pelayanan bukan disebabkan oleh kelalaian pemerintah daerah, tetapi karena aturan kewenangan yang masih mengikat hingga adanya putusan final.
Terpisah, Penjabat Sekretaris Kota Ambon, Roby Sapulette, menilai pernyataan Gunawan Mochtar merupakan representasi keresahan masyarakat di wilayah-wilayah konsesi PT DSA. Menurutnya, keluhan mengenai layanan air bersih merupakan isu yang sering muncul dalam laporan masyarakat dan telah menjadi perhatian pemerintah kota.
“Apa yang disampaikan Anggota DPRD Gunawan Mochtar merupakan suara hati masyarakat di wilayah konsesi DSA. Keluhan ini sudah sering disampaikan dalam Program Wali Kota,” kata Pj. Sekkot Ambon, Roby Sapulette.
Ia memastikan Pemkot Ambon terus berupaya merumuskan langkah-langkah penyelesaian struktural yang melibatkan semua pemangku kepentingan, termasuk pemerintah pusat dan lembaga hukum.(MB-01)
