Jakarta.Malukubarunews.com — Nama Dadi Wahyudi, eks Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Kepulauan Tanimbar, kembali menjadi sorotan publik setelah disebut dalam Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) Komisi III DPR RI terkait dugaan permintaan dana Rp10 miliar terhadap mantan Bupati Kepulauan Tanimbar, Petrus Fathalon. Dugaan tersebut diungkap langsung oleh istri Petrus, Ny Joice Pentury, dalam forum resmi DPR RI.
Dadi Wahyudi, yang saat ini diketahui bertugas di Padang Lawas Utara (Paluta), disebut dalam siaran langsung RDPU Reformasi Kepolisian, Kejaksaan, dan Pengadilan Komisi III DPR RI Jakarta pada Kamis, 4 Desember 2025 belum lama ini
Dalam keterangannya, Ny Joice Pentury menyatakan bahwa rangkaian dugaan tersebut bermula pada 27 Oktober 2023, ketika suaminya dihubungi dan diminta bertemu oleh Kepala Kejaksaan Negeri Tanimbar di Ambon. Dalam pertemuan itu, suaminya ditanya mengenai rencana maju kembali pada Pilkada 2024 dan diberi penjelasan bahwa sejumlah perkara tengah ditangani kejaksaan.
“apakah bapak mau maju periode kedua, karena saat ini kami sedang memeriksa beberapa perkara, termasuk SPPD fiktif dan penyertaan modal.”ungkap istri Petrus Fatlon, Joice Pentury, menirukan pernyataan yang disampaikan kepada suaminya.
Ny Joice mengungkapkan, pada 2 November 2023 terjadi komunikasi lanjutan yang menurutnya mengarah pada permintaan dana agar suaminya aman secara hukum. Nilai yang disebut mencapai Rp10 miliar.
“disampaikan bahwa perlu menyiapkan dana sebesar Rp10 miliar supaya bisa aman untuk maju kembali.”jelas Joice Pentury.
Pertemuan berikutnya terjadi pada 8 November 2023 di kawasan Blok M, Jakarta Selatan. Dalam pertemuan tersebut, Petrus Fatholon menyampaikan ketidakmampuannya memenuhi permintaan dana tersebut.
“suami saya menyampaikan tidak memiliki dana Rp10 miliar. Ketika ditanya bisa berapa, dijawab Rp200 juta, dan itu dikatakan terlalu kecil.” ujarnya.
Menurut Ny Joice, puncak peristiwa terjadi pada 22 November 2023 sekitar pukul 23.40 WIT di Hotel Kamari, Ambon. Ia menyebut suaminya diminta memesan kamar di lantai enam, kamar 605. Namun yang datang ke kamar bukan Kepala Kejaksaan, melainkan seorang jaksa bernama Riki Santoso bersama tim.
“yang datang bukan Kajari, tetapi anak buahnya, dan langsung melakukan penggeledahan secara paksa dan tidak manusiawi tanpa surat perintah.”jelas Joice Pentury.
Ia mengaku memiliki sejumlah bukti, termasuk rekaman video, percakapan WhatsApp, kunci kamar hotel, surat konfirmasi manajemen hotel, serta rekaman CCTV.
“ada saya sebagai saksi, ada sopir, ada pengacara. Semua melihat langsung suami saya dibawa turun dan diminta bertemu di mobil.,” ujarnya.
Ny Joice menambahkan bahwa suaminya kemudian dibawa berkeliling Kota Ambon menggunakan mobil, dan kembali ditanyakan soal kesanggupan menyediakan dana Rp10 miliar. Setelah tidak terpenuhi, proses hukum terus berlanjut hingga Petrus Fatholon ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan SPPD fiktif pada 19 Juni 2024.
“akibat tindakan ini, suami saya tidak bisa mengikuti Pilkada 2024 meskipun sudah mendapat rekomendasi beberapa partai politik.” ujarnya dengan suara bergetar.
Ia juga menyoroti lambannya penanganan perkara setelah penetapan tersangka. Hingga lebih dari satu tahun enam bulan, menurutnya, tidak ada kejelasan hukum, sementara pemeriksaan terhadap saksi-saksi, termasuk direksi dan pegawai BUMD PT Tanimbar Energi, terus dilakukan.
“tidak ada satu saksi pun yang membuktikan aliran dana ke suami saya, baik di kasus SPPD fiktif maupun penyertaan modal,” tegas Joice Pentury.
Selain itu, Ny Joice mengungkap dugaan pelanggaran hak tersangka dalam pemeriksaan lanjutan pada November 2024, saat suaminya kembali ditetapkan sebagai tersangka dalam perkara penyertaan modal dan langsung ditahan.
“suami saya dipaksa diperiksa tanpa pendamping hukum pilihannya sendiri, bahkan tidak diberikan SPDP sebagaimana diwajibkan undang-undang.” ungkapnya.
Menutup keterangannya, Ny Joice memohon Komisi III DPR RI untuk mengusut tuntas dugaan pelanggaran etik dan hukum oleh aparat penegak hukum.
“kami mohon bantuan bapak-bapak semua, karena kami merasa dikriminalisasi dan diperlakukan tidak adil.” ucap Joice Pentury sambil menangis.
Sementara itu, Ketua Komisi III DPR RI menegaskan bahwa pihaknya tidak akan mengintervensi pokok perkara dugaan korupsi, namun berkomitmen menelusuri secara serius dugaan permintaan uang 10 Miliar , pelanggaran prosedur hukum dan pelanggaran hak tersangka yang disampaikan dalam forum resmi DPR RI tersebut (MB-01)
