Ambon.malukubarunews.com – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku bersama Kejaksaan Negeri (Kejari) Seram Bagian Barat (SBB) resmi menyelesaikan dua perkara kecelakaan lalu lintas melalui jalur Restorative Justice. Keputusan tersebut diambil setelah Direktorat E pada JAM-Pidum Kejaksaan Agung menyetujui permohonan yang diajukan melalui video conference pada Senin, 1 Desember 2025.
Permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif itu dipimpin langsung oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku Rudy Irmawan, di ruang Vicon Kejati Maluku, didampingi jajaran struktural bidang pidana umum. Langkah ini menegaskan komitmen institusi untuk mengedepankan penyelesaian perkara yang berorientasi pada pemulihan serta pendekatan hukum yang humanis.
“…Selaku Pimpinan di Kejaksaan Tinggi Maluku, kami mengajukan permohonan penghentian perkara melalui Keadilan Restoratif terhadap perkara Lakalantas yang ditangani oleh Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat. Semoga usulan persyaratan yang diajukan dapat diterima dan perkaranya dapat dihentikan…,” kata Kepala Kejaksaan Tinggi Maluku, Rudy Irmawan.
Di tempat terpisah, Kejari Seram Bagian Barat turut hadir dalam video conference dari wilayah hukumnya, dipimpin oleh Kepala Kejaksaan Negeri SBB Anto Widi Nugroho bersama para Kasi dan Jaksa Fasilitator. Pada kesempatan tersebut, Kejari SBB memaparkan dua perkara serupa terkait Pasal 310 Ayat (2), (3), dan Ayat (4) UU Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Perkara pertama terjadi di Desa Kawa, SBB, yang melibatkan tersangka R.S alias Wiro dan korban L.E.A alias Era. Peristiwa bermula dari kelalaian tersangka saat mengendarai mobil hingga menabrak sepeda motor korban, yang mengakibatkan korban meninggal dunia. Sementara perkara kedua terjadi di Desa Latu, SBB, saat tersangka M.Z.U alias Acil dan korban H.R alias Hulid terlibat insiden pada malam hari akibat silau oleh kendaraan dari arah berlawanan, sehingga korban yang dibonceng terjatuh dan meninggal dunia.
“…Melalui Tim Jaksa Fasilitator, kami telah melakukan upaya perdamaian dengan melibatkan semua unsur baik dari pihak keluarga, pemerintah desa, tokoh agama maupun tokoh masyarakat, dan hasilnya para pihak telah bersepakat untuk melakukan perdamaian serta menganggap kejadian tersebut sebagai musibah…,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Seram Bagian Barat, Anto Widi Nugroho.
Anto menegaskan bahwa pengajuan Restorative Justice tidak hanya bertumpu pada kesepakatan damai, tetapi juga mengikuti ketentuan Peraturan Jaksa Agung RI Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum mengenai pelaksanaan penuntutan berbasis keadilan restoratif.
Pertimbangan lainnya mengacu pada Pasal 5 ayat (1) peraturan tersebut, di mana kedua tersangka merupakan pelaku yang baru pertama kali melakukan tindak pidana, adanya pemulihan keadaan semula, terselenggaranya perdamaian antara pihak korban dan tersangka, serta respons positif dari masyarakat.
Berdasarkan pemaparan lengkap dari jajaran Kejati Maluku dan Kejari SBB, tim Restoratif yang dipimpin Direktur E pada JAM-Pidum, Robert M. Tacoy, menyimpulkan bahwa kedua perkara memenuhi seluruh unsur keadilan restoratif. Dengan demikian, perkara dinyatakan layak dihentikan demi mewujudkan penegakan hukum yang humanis dan berorientasi pada pemulihan sosial.
Proses video conference tersebut turut diikuti oleh seluruh Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri se-Maluku, serta para Kasi Pidum, sebagai bagian dari koordinasi bersama dalam penerapan kebijakan keadilan restoratif secara konsisten di wilayah hukum Maluku.(MB-01)
