Piru,malukubarunews.com — Polemik mencuat di Kabupaten Seram Bagian Barat (SBB) setelah beredarnya informasi bahwa Kepala Dinas Kesehatan (Kadinkes) SBB, Gariman Kurniawan, S.Km., M.Kes, membocorkan data pasien HIV/AIDS beserta sebarannya. Publik pun mempertanyakan apakah penyampaian data tersebut melanggar aspek privasi dan etika pelayanan kesehatan.
Menanggapi hal ini, Kadinkes Gariman Kurniawan memberikan klarifikasi resmi saat dikonfirmasi langsung melalui sambungan WhatsApp. Ia menegaskan bahwa data yang disampaikan bukan merupakan identitas pasien, melainkan rekapan jumlah kasus HIV/AIDS berdasarkan wilayah kerja Puskesmas, sesuai prosedur dan tugas institusionalnya.
“Yang saya sampaikan hanya jumlah kasus HIV/AIDS per wilayah Puskesmas. Tidak ada nama, alamat, atau identitas pribadi pasien yang dibuka. Semuanya sesuai regulasi dan kode etik,” tegas Gariman.
Gariman menjelaskan bahwa isu ini mencuat setelah adanya laporan masyarakat dan media tentang dugaan praktik prostitusi terselubung atau Open BO di salah satu penginapan di Kota Piru. Praktik semacam itu dinilai dapat menjadi faktor risiko penyebaran HIV/AIDS di wilayah tersebut.
“Beberapa wartawan kemudian meminta data soal HIV/AIDS. Saya hanya merespons secara administratif, memberikan data jumlah kasus sesuai wilayah, tanpa wawancara terbuka,” tambahnya.
Menanggapi polemik yang berkembang, Ketua Umum DPP Pro Jurnalis Siber (PJS), Mahmud Marhaba, menyatakan bahwa tindakan Kadinkes masih dalam batas kewenangan sebagai pejabat publik
“Kadinkes menyampaikan data atas kapasitas institusinya. Selama data yang diberikan bersifat agregat dan tanpa identitas, itu masih dalam koridor profesional,” ujar Mahmud.
Namun Mahmud juga mengingatkan bahwa jurnalis dan media harus lebih cermat dalam mengemas dan menyebarkan informasi semacam ini agar tidak menimbulkan kegaduhan publik yang tidak perlu.
“Jika ada pihak yang merasa dirugikan secara spesifik, maka barulah dapat diproses secara hukum. Tapi sejauh ini, belum ada pelanggaran,” tegasnya.
Polemik ini, kata Mahmud, menjadi pelajaran penting bagi pejabat publik dan jurnalis: bahwa keterbukaan informasi publik tidak boleh mengorbankan etika dan perlindungan privasi.
“Klarifikasi, verifikasi, dan kehati-hatian adalah bagian dari tanggung jawab kita bersama. Baik pemerintah maupun media harus berpikir dua kali sebelum menyebarkan informasi sensitif,” pungkasnya(MB-LN)