Ketua DPRD Kota Ambon Mourits Tamaela Diduga Lengah, ASN Dianiaya Usai Pesta Miras di Rumah Dinas

oleh -9 Dilihat

Ambon, Malukubarunews.com – Peristiwa dugaan penganiayaan terhadap seorang Aparatur Sipil Negara (ASN) Pemerintah Kota Ambon mencuat ke publik, usai pesta minuman keras yang digelar di rumah dinas Ketua DPRD Kota Ambon, Morits Tamaela, pada Sabtu (2/8/2025). Korban, yang diketahui bernama Febry Pattipeilohy alias Jimron, ditemukan tak sadarkan diri dan harus dievakuasi ke rumah sakit.

Kejadian itu terjadi tak lama setelah Jimron mengantar minuman keras kepada para pekerja dan kontraktor atas permintaan pimpinan. Ia sempat mengangkat botol dan memberikan minuman kepada pekerja di sekitar rumah dinas.

“Yang saya ingat, saya sempat bawa miras dan mengangkat kontraktor saja. Setelah itu, saya pulang ke rumah,” ujar Jimron dalam konferensi pers di Gedung DPRD Kota Ambon, Senin (4/8).

Jimron mengaku tak mengetahui siapa yang memukulnya. Ia baru sadar saat sudah berada di rumah sakit. Saat ditanya, ia tak bisa menjelaskan detail peristiwa, lokasi, ataupun waktu kejadian secara pasti.

“Saya tidak tahu dianiaya di mana, karena waktu itu saya tidak sadar. Beta seng tahu kejadian itu di mana, yang beta tahu hanya terakhir bawa miras, setelah itu beta pulang,” terang  dalam nada lirih.

Meski dugaan kuat mengarah kepada Ongen, sopir pribadi Ketua DPRD, karena unggahan mencurigakan di Facebook bertuliskan “Hidup, Mati ditentukan Lidah”, namun dalam konferensi pers, Ongen tidak dihadirkan. Hal ini memicu spekulasi lebih jauh dari publik tentang upaya menutupi fakta sebenarnya.

Ketua DPRD Kota Ambon, Morits Tamaela, membantah terlibat langsung dalam insiden tersebut. Ia mengakui ada minuman keras yang disediakan, namun hanya dua botol, dan itu pun atas inisiatif pribadi untuk diberikan kepada pekerja yang sedang membongkar batu karang.

“Saya pesan dua botol, karena batal berangkat ke Jakarta. Saya kasih ke pekerja yang sedang kerja bongkar batu karang di rumah dinas,” ungkap Morits Tamaela, dalam pernyataan resminya.

Ia menambahkan, jika ada tambahan minuman keras, itu bukan berasal dari dirinya secara langsung, melainkan diduga dipesan oleh pihak kontraktor melalui perantara, termasuk Jimron sendiri.

“Kalau soal sembilan botol, saya tidak tahu. Saya hanya tahu dua botol pertama yang saya serahkan. Selebihnya, saya tidak terlibat,” jelasnya.

Namun, pernyataan itu dianggap tidak menyentuh akar persoalan. Dalam pertemuan tersebut, hanya korban yang dihadirkan, tanpa kejelasan mengenai status sopir Ongen yang menjadi sorotan utama. Ketiadaan transparansi ini mengundang kecurigaan publik akan adanya upaya pembungkaman informasi.

Sementara itu, Jimron mengatakan ia telah menyerahkan semuanya kepada proses hukum dan kepercayaan agamanya.

“Beta seng mau balas, beta su bawa ke pendeta. Tuhan yang akan balas siapa pun yang bikin beta sampe begitu,” tuturnya

Hingga berita ini diturunkan, belum ada keterangan resmi dari pihak kepolisian terkait proses penyelidikan atau status hukum terduga pelaku.

Kasus ini menambah deretan catatan buram tentang perilaku pejabat publik dan lemahnya pengawasan terhadap penggunaan rumah dinas. Masyarakat menanti kejelasan, bukan sekadar klarifikasi yang normatif dan tidak menyentuh inti persoalan.(MB-03)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

No More Posts Available.

No more pages to load.