Ambon. Malukubarunews.com — Anggota Komisi III DPRD Provinsi Maluku, Rovik Afifudin, mengungkapkan kekhawatiran serius terkait pemotongan dana transfer dari pemerintah pusat ke Maluku yang mencapai sekitar Rp300 miliar pada tahun anggaran berjalan. Hal ini dinilainya berpotensi menurunkan kapasitas fiskal daerah secara signifikan.Hal ini disampaikan Anggota Komisi III DPRD Maluku Rovik Affifudin yang diwawancarai wartawan Senin,13 Oktober 2025 di lantai II Karang panjang Ambon terkait pembahasan anggaran perubahan dan penyusunan APBD 2026.
Pemotongan dana transfer pusat ini berdampak langsung pada kemampuan keuangan daerah. Dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) Maluku yang hanya mencapai sekitar Rp700 miliar, ruang fiskal provinsi untuk membiayai belanja publik, infrastruktur, dan pelayanan dasar menjadi sangat terbatas.
“Berkurang kurang lebih Rp300 miliar dana transfer pusat ke daerah, terutama Maluku. Sementara PAD kita cuma Rp700 miliar. Jadinya tinggal Rp2,3 triliun dan kita berjalan selama ini Rp3,1 triliun total APBD kita,” jelas Anggota Komisi III, Rovik Afifudin.
Pemotongan ini diperkirakan akan berdampak langsung terhadap berbagai sektor pelayanan publik, terutama pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur pertanian, yang sangat bergantung pada dukungan dana dari pusat.
Rovik menekankan bahwa pemotongan tersebut tidak memperhitungkan kondisi geografis dan ketertinggalan wilayah di Maluku.
“Bagaimana kita mau bangun daerah kalau uangnya makin dikurangi? Banyak jalan rusak, masyarakat butuh layanan, tapi kita kekurangan anggaran,” ujarnya.
Rovik menyebut pemotongan ini tidak dibarengi dengan kebijakan afirmatif dari pusat, padahal Maluku adalah daerah kepulauan yang memiliki tantangan pembangunan yang berbeda dengan daerah lain seperti Jawa atau Sumatera.
“Apakah ini bentuk keadilan fiskal? Maluku bukan seperti Jawa Tengah yang belanja pegawainya besar. Kita ini daerah kepulauan. Jangan samakan,” tegas Rovik.
Komisi III DPRD Maluku akan mendorong adanya evaluasi menyeluruh terhadap skema dana transfer pusat, serta mendesak pemerintah provinsi untuk menyampaikan aspirasi langsung ke pemerintah pusat dan DPR RI.
Menurut Rovik, langkah koordinatif harus segera dilakukan agar tidak terjadi stagnasi pembangunan di daerah.
“Pemerintah provinsi harus bertindak. Kita juga akan dorong agar dibahas bersama DPR RI. Kita tidak boleh diam kalau ini menyangkut masa depan rakyat,”ungkapnya
Rovik menilai pemerintah pusat perlu bersikap adil dan objektif dalam menyalurkan dana transfer, dengan memperhatikan kondisi geografis, indeks pembangunan manusia, dan keterisolasian wilayah. Tanpa hal ini, ketimpangan pembangunan akan semakin melebar.
“Ini bukan soal angka, tapi soal keadilan. Jangan sampai masyarakat kita terus-terusan jadi korban ketimpangan fiskal,” tandas Rovik.
Jika situasi ini terus dibiarkan, Rovik memperkirakan banyak proyek infrastruktur strategis tidak akan terlaksana. Jalan rusak, fasilitas pendidikan minim, dan pelayanan kesehatan tidak memadai akan tetap menjadi masalah utama di banyak wilayah Maluku.
“Kalau kondisi ini tidak direspons, maka jangan salahkan kalau ketertinggalan kita makin parah. Negara harus hadir secara adil,” tutupnya.
Dengan kondisi fiskal yang semakin sempit, DPRD Maluku berharap ada langkah konkret dan keberpihakan pemerintah pusat dalam menyalurkan dana untuk pembangunan daerah tertinggal, terutama Maluku yang selama ini masih menghadapi kesenjangan struktural.(MB-01)